JAKARTA -- Rencana mengembalikan Pemilihan Gubernur (Pilgub) lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terus mengundang kontroversi. Sejumlah kalangan menilai rencana tersebut adalah kemunduran.
Direktur Eksekutif Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan, rencana tersebut mengingkari semangat dan tujuan besar proses demokrasi. Alasan pemerintah yang menyatakan pemilihan langsung mahal tidak bisa dijadikan tolok ukur.
Sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang bisa memastikan pemilihan gubernur oleh DPRD akan jauh lebih efisien dibanding pemilukada langsung. "Tidak ada jaminan bahwa ongkos politik tidak resmi untuk membeli perahu partai di DPRD, jauh lebih sedikit ketimbang penyelenggaraan pemilihan langsung oleh rakyat," ungkap Titi, di Jakarta, Rabu 15 Desember.
Perludem berpandangan, yang diperlukan untuk mengatasi bersarnya ongkos pemilukada adalah dengan memperbaiki aturan proses penyelenggaraan pemilukada yang sangat tidak layak. "Dalam konteks substansi, isinya jauh lebih mundur daripada pengaturan pileg dan pilpres 2009, bahkan Undang-undang 32/2004 juncto UU 12/2008 yang sangat berlaku, banyak yang dibatalkan MK," ungkapnya.
Titi menyarankan agar pemerintah fokus pada perbaikan aturan yang bisa menekan maraknya politik uang, jual beli, perahu politik, dan suara pemilih, serta melaksanakan hukum dengan konsisten dan memberikan sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran.
Titi menambahkan, aturan dana kampanye sangat tidak bergigi dalam menjerat penyalahgunaan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. Aturan yang ada justru memfasilitasi terjadinya penyimpangan yang berujung pada politik biaya tinggi.
"Buktinya, banyaknya pelanggaran yang bersifat sistematis, massif, dan terstruktur diputus MK yang seharusnya jadi domain penyelenggaraan pemilu untuk menyelesaikannya," kata Titi.
Direktur Eksekutif Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan, rencana tersebut mengingkari semangat dan tujuan besar proses demokrasi. Alasan pemerintah yang menyatakan pemilihan langsung mahal tidak bisa dijadikan tolok ukur.
Sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang bisa memastikan pemilihan gubernur oleh DPRD akan jauh lebih efisien dibanding pemilukada langsung. "Tidak ada jaminan bahwa ongkos politik tidak resmi untuk membeli perahu partai di DPRD, jauh lebih sedikit ketimbang penyelenggaraan pemilihan langsung oleh rakyat," ungkap Titi, di Jakarta, Rabu 15 Desember.
Perludem berpandangan, yang diperlukan untuk mengatasi bersarnya ongkos pemilukada adalah dengan memperbaiki aturan proses penyelenggaraan pemilukada yang sangat tidak layak. "Dalam konteks substansi, isinya jauh lebih mundur daripada pengaturan pileg dan pilpres 2009, bahkan Undang-undang 32/2004 juncto UU 12/2008 yang sangat berlaku, banyak yang dibatalkan MK," ungkapnya.
Titi menyarankan agar pemerintah fokus pada perbaikan aturan yang bisa menekan maraknya politik uang, jual beli, perahu politik, dan suara pemilih, serta melaksanakan hukum dengan konsisten dan memberikan sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran.
Titi menambahkan, aturan dana kampanye sangat tidak bergigi dalam menjerat penyalahgunaan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. Aturan yang ada justru memfasilitasi terjadinya penyimpangan yang berujung pada politik biaya tinggi.
"Buktinya, banyaknya pelanggaran yang bersifat sistematis, massif, dan terstruktur diputus MK yang seharusnya jadi domain penyelenggaraan pemilu untuk menyelesaikannya," kata Titi.
1 komentar:
lebih baik di kembalikan ke DPRD untuk menghemat anggaran,,,biarkan para calon habis-habisan menyogok anggota DPRD agar terpilih,,,
pemilihan secara langsung dengan pemilihan melalui anggota DPRD, kinerjanya sama saja NOL BESAR
Posting Komentar