Calon Ketua PDK Mengaku Dikerjai Tim Sukses

Abu Talib Pimpin Lagi PDK Bulukumba

BULUKUMBA - Abu Talib terpilih kembali sebagai ketua Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Kabupaten Bulukumba. Ia terpilih secara aklamasi pada Kongres II PDK Bulukumba di Hotel Arini I Kota Bulukumba.

Abu terpilih untuk periode kedua, setelah calon ketua lainnya, Amiruddin, menyatakan mundur. Padahal, sebelumnya Amiruddin menegaskan, akan "menghadang" incumbent pada pembahasan tata tertib calon ketua.

"Pak Amir sangat berjiwa besar memberi kesempatan ke incumbent. Beliau mundur pagi tadi (kemarin) sebagai calon. Karena memang partai ini berbeda dengan partai lainnya," kata Alamsyah, Humas PDK Bulukumba, usai pemilihan.

Alamsyah mengatakan, Abu Talib dalam orasi politiknya berjanji mengembalikan kejayaan PDK di parlemen setempat, dari dua kursi menjadi empat.

Sementara Amiruddin kepada Tribun mengatakan, dirinya mengundurkan diri karena berkas untuk pencalonan tidak disediakan oleh timnya suksesnya.

"Saya dikerjai oleh tim sukses saya sendiri. Ternyata tim saya tidak menyediakan berkas sebagai syarat pencalonan," kata Amiruddin dengan nada kecewa, usai pemilihan.

Ia mengatakan, bukan mundur begitu saja dari pencalonan. Tapi karena berkas visi-misi dan persyaratan administrasi lainnya, tidak satu pun yang disetor oleh tim suksesnya.
"Padahal sudah ada beberapa dukungan dari pengurus kecamatan. Saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena tim saya tidak menyetor berkas pencalonan," tambahnya.

Meski kecewa, Amiruddin tetap mengikuti proses aklamasi. Ia juga tidak lagi mempersoalkan tim yang dipercayakannya membuat berkas pencalonan.

Kongres dihadiri Bupati Bulukumba Zainuddin Hasan, unsur muspida, dan Ketua DPP PDK Sulsel M Adil Patu.

Sumber : Tribun-Timur.com

Megawati Bantah Drop Out Saat Kuliah

Karena tak punya gelar apapun, Megawati sempat sungkan memberikan kuliah umum.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sempat sungkan saat menyampaikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Pemerintahan Abdi Negara (STIP AN) Kebagusan, Jakarta. Apa alasannya?

"Tim pengajarnya sangat baik. Profesornya sudah berapa, doktornya juga berapa, sehingga saya agak kecil juga ya. Karena saya tidak mempunyai gelar satupun," kata Megawati. "Tapi mungkin saya lebih kaya pengalaman."

Saat memberikan kuliah umum itu, Megawati sempat bercerita tentang riwayat hidup dan keluarganya yang sempat tak punya kebebasan untuk mengenyam pendidikan.


"Saya pernah kuliah pertanian. Saya berhenti karena pada waktu itu ada G30-S-PKI/1965" jelas Megawati.

Saat masa kelam itu, Megawati dan keluarga merasa tersisih karena tidak diberikan kebebasan untuk sekolah dan memperoleh pendidikan yang layak.

"Waktu itu kan, belum ada tempat pengaduan seperti sekarang ada Komnas HAM. Orang semena-mena. Kalau ada anak negeri ini mau belajar tidak boleh," kata putri tertua Presiden pertama RI, Soekarno, ini.

Megawati pun menampik anggapan bahwa dia tidak berhasil menyelesaikan pendidikan lantaran dikeluarkan kampus. "Kalau ada yang bilang saya drop out, no! Saya tidak boleh kuliah," tegasnya.

Ia mengimbau generasi muda yang saat ini punya kesempatan memperoleh pendidikan, dapat memanfaatkan sebaik-baiknya.

Sumber : Vivanews.com

Suhu Politik Jelang 2014 Memanas Sejak 2011

Pengamat politik Eep Saefulloh Fatah menilai SBY tidak disiplin dalam mengelola koalisi.

Suhu politik jelang Pemilu 2014 diprediksi mulai memanas pada 2011 ini. Tarik ulur kepentingan akan kian runcing, terutama diantara partai koalisi pendukung pemerintahan SBY..

"Sulit mengharapkan koalisi solid," kata CEO Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah dalam jumpa pers di Hotel Atlet Century.

Menurut Eep, 6 (enam) tahun lebih memimpin, Yudhoyono tidak disiplin dalam mengelola koalisi. Dia menilai ketidakdisiplinan itu disebabkan presiden merasa dipilih 61 persen rakyat dan hanya dalam satu putaran. Dua modal itu cenderung memanjakan dirinya.

Pertarungan politik 2014 yang mempengaruhi ketidaksolidan koalisi. "Demokrat dan Golkar saat ini istilahnya eye ball to eye ball confrontation," katanya.

Eep menangkap indikasi saling kunci antara Partai Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie dan partai yang ditukangi SBY, Demokrat. "Aburizal merasa memiliki modal ekonomi yang cukup. SBY sendiri tidak bisa mempertimbangkan sesuatu tanpa Golkar," katanya. Sehingga, kata dia, di mata mitra koalisi lainnya Demokrat lebih memperhatikan Golkar.

Gejala itu memang tampak pada refleksi akhir tahun Fraksi PKS dan PPP yang menganggap pola komunikasi Sekretariat Gabungan (Setgab) tidak sehat. Bahkan ada sejumlah anggota kedua fraksi itu mewacanakan poros tengah jilid dua.

"SBY tidak punya kemampuan untuk bisa memuaskan atau mengakomodasi kepentingan partai menengah dan kecil. Keadaan ini tidak bisa membuat solid," tambah Eep.

Faktor yang juga membuat koalisi tidak solid, urai Eep, adalah dinamika politik internal partai politik yang bergabung di koalisi tidak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh ketua partai.. "Anggota dewan saat ini melakukan transaksi otonom. Kalaupun pegang Ketua fraksi, tetap bisa dilecehkan begitu saja," ujarnya.

Sumber : Vivanews.com

Rano Karno Disiapkan PDIP Jadi Gubernur?

Rano Karno salah satu dari 30 kader PDIP yang ikut kuliah tata pemerintahan.

Salah satu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mengikuti pendidikan tata pemerintahan di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara adalah Rano Karno.

Wakil Bupati Tangerang itu masuk generasi pertama bersama 29 kader PDIP lain yang mengikuti kuliah ini.

Apakah Rano Karno sedang disiapkan menjadi gubernur? Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo menyiratkan itu. Untuk diketahui, tahun depan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta kembali menggelar pemilihan kepala daerah. Setahun belakangan ini, spanduk-spanduk PDIP yang tersebar di Jakarta juga kerap menampilkan Rano Karno yang merupakan Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Dewan Pimpinan Pusat PDIP itu.
"Tiga puluh ini tokoh-tokoh, semua pengurus partai," kata Tjahjo Kumolo.
"Rano Karno juga ikut kan tadi meskipun dia sudah jadi Wakil Bupati. Barangkali ia mau naik lagi jadi Bupati atau Gubernur," ujar Tjahjo ditemui di Jakarta, Kamis 20 Januari 2011

Tjahjo menambahkan, 30 orang ini mengikuti kuliah atas permintaan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Nanti dia akan membuat instruksi kepada kader partai, anggota DPR, DPRD, yang ingin menjadi kepala daerah harus sekolah dulu. Supaya memahami tata cara, tata kelola pemerintahan yang baik," kata Tjahjo.

Apalagi, kata Tjahjo, STIPAN ini digagas Mega. Hayono Isman, salah seorang petinggi Demokrat juga pernah berkuliah di sini. "Supaya yang mau masuk birokrasi punya pengetahuan," kata Tjahjo

Sumber : Vivanews.com

DPR Undang Badan Intelijen Bahas Gayus

"Kalau betul, berarti di balik itu ada apa-apa dengan perusahaan Amerika di sini."

Anggota Komisi I Bidang Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi DPR akan segera mengundang Badan Intelijen Negara (BIN). Pertemuan ini terkait pernyataan terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan yang menyebut-nyebut otak pemalsuan paspornya, John Jerome Grice, adalah agen Badan Intelijen Amerika, CIA.

"Komisi I akan secepatnya memanggil BIN terkait CIA," kata Tjahjo Kumolo usai mendampingi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Januari 2011.



"Itu bukan agenda spesifik tapi menjadi spesifik karena ada pernyataan yang menyangkut harga diri Bangsa, meskipun tertutup. Saya kira minggu depan sudah bisa dipanggil," Ketua Fraksi PDIP ini menjelaskan.

Tjahjo secara pribadi berharap, pernyataan Gayus soal itu tidak benar, karena sangat menyangkut kedaulatan bangsa.

"Kalau sampai ini betul, berarti di balik itu ada apa-apa dengan perusahaan Amerika yang berada di sini. Itu perlu diklarifikasi," kata Tjahjo. "Kalau benar, sebagai warga negara kita malu ada kekuatan asing yang mengacak-ngacak kedaulatan kita dan kita diamkan."


Sumber : Vivanews.com

Golkar Kaji Langkah Hukum Terhadap Satgas

"Khususnya kepada Denny Indrayana karena diduga telah mengarahkan Gayus."

Anggota Komisi Hukum DPR Bambang Soesatyo menilai Satgas Pemberantasan Mafia Hukum telah melenceng dari tugas utamanya terkait kasus Gayus Tambunan. Dia pun menyatakan Golkar akan mengambil langkah hukum terhadap Satgas.

"Khususnya kepada Denny Indrayana karena diduga telah mengarahkan Gayus kepada upaya pencemaran nama baik Golkar dan Ical (Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie) sebagai individu," kata Bambang di Gedung DPR, Kamis 20 Januari 2011.

Usai divonis pengadilan kemarin, Gayus mengaku kepada pers bahwa Satgas, terutama Denny, telah memanfaatkan kasusnya untuk kepentingan politik dengan mengait-ngaitkannya dengan Aburizal karena tiga perusahaan keluarga Bakrie masuk dalam list 'pasien' Gayus. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu pun merasa difitnah karena kepergiannya ke Bali diberitakan seolah-olah bertemu dengan Aburizal.

"Saat ini Golkar, diketuai oleh Ketua DPP Golkar Bidang Hukum Muladi, sedang mengkaji langkah hukum terhadap Satgas," kata Bambang. Menurutnya, dalam waktu dekat Muladi akan mengumumkan langkah hukum yang akan diambil Golkar. "Ini bukan atas instruksi Pak Ical."

Kesalahan Satgas, menurut Bambang, tidak hanya dalam mempolitisir kasus Gayus, tapi juga karena telah menjanjikan kenyamanan dan keamanan kepada Gayus selama masa persidangan dan penahanannya. "Untuk itu, Denny dapat dikategorikan melakukan pidana. Saya menduga, yang selama ini membekingi Gayus justru Satgas, khususnya Denny," tuding Bambang.

Lebih lanjut, vonis ringan tujuh tahun yang diterima Gayus, menurut Bambang semakin membuktikan berbagai keistimewaan yang diperoleh mantan pegawai pajak tersebut. "Vonis itu sangat mengecewakan dan merupakan sikap antiklimaks dari semangat pemberantasan korupsi," tukasnya.

Secara terpisah, anggota Komisi III Eva Kusuma Sundari mengingatkan publik untuk tidak teralihkan dari persoalan utama mafia hukum dan mafia perpajakan. "Jangan sampai pertikaian Gayus dan Satgas menyita energi kita. Itu tidak penting dan tidak substansial," tegas politisi PDIP itu

Sumber : Vivanews.com

Demokrat: Omongan Gayus & Satgas Harus Diusut

Skenario bisa saja bukan datang dari Satgas, tapi dari pihak ketiga.

Demokrat meminta penegak hukum, terutama kepolisian, agar segera mendalami pengakuan Gayus Tambunan dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yang saling bertentangan. Menelusuri pengakuan kedua pihak dianggap penting untuk menghindari spekulasi yang makin liar di tengah masyarakat.

"Apa yang disampaikan Gayus belum tentu sebuah kebenaran. Tapi tetap penting untuk diseriusi dan ditindaklanjuti. Apa yang disampaikan oleh Satgas juga belum tentu benar," tegas Wakil Sekjen Demokrat Saan Mustofa sebelum rapat internal Komisi Hukum di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 20 Januari 2011.

Saan juga mempertanyakan, kenapa Gayus baru buka-bukaan usai vonis pengadilan Rabu 19 Januari kemarin. Menurut Saan, terlalu dini untuk menilai kasus Gayus adalah sebuah rekayasa.

Kalau ada rekayasa, lanjutnya, skenario bisa saja bukan datang dari Satgas, tapi dari pihak ketiga. , Gayus selama ini bepergian ke Bali, bahkan ke luar negeri. Ini skenario siapa. "Jadi Gayus bisa bertemu siapa saja sewaktu dia di luar (tahanan), dan bisa saja dia menyusun skenario saat di luar," kata Saan lagi.

"Tapi terus terang saya tidak tahu kebenaran dan motif di balik pengakuan Gayus," aku Saan. Bagaimanapun, ia merasa Gayus saat ini sedang bermanuver. "Seakan-akan dia menjadi korban dari sebuah rekayasa," imbuhnya.

Oleh karena itu, Panitia Kerja Pemberantasan Mafia Pajak yang telah dibentuk oleh Komisi III bidang Hukum DPR dalam waktu dekat akan meminta klarifikasi kepada pihak-pihak terkait. "Tapi lebih mendesak bagi polisi untuk segera bergerak. Ini harus segera diungkap," tutupnya


Sumber : Vivanews.com

30 Kader PDIP Sekolah Pemerintahan

Kader-kader PDI Perjuangan akan 'disekolahkan' ilmu pemerintahan.

PDI Perjuangan (PDIP) menempa kadernya dengan materi tata pemerintahan agar bisa ditempatkan di posisi apa pun. Sejumlah kader PDIP akan mengenyam pendidikan tata pemerintahan di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN).

"Ada sekitar 30 kader PDIP. Ada yang pengurus (Dewan Pimpinan Pusat/DPP) dan anggota DPRD," kata Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo kepada VIVAnews.com, di Jakarta, Kamis 20 Januari 2011.Menurut Tjahjo, sekitar 30 kader Banteng Moncong Putih itu akan menjadi mahasiswa di STIP-AN. Materi utama yang akan diambil adalah soal tata pemerintahan daerah.Kegiatan ini merupakan bagian dari kerja sama antara Badan Pendidikan dan Latihan DPP PDIP dan STIP-AN. Bagaimana dengan biaya kuliah? "Kader PDIP yang mengikuti pendidikan, pembiayaannya swadaya," ujar Ketua Fraksi PDIP di DPR ini.Hari pertama kuliah direncanakan dimulai dengan kerja sama PDIP itu dan akan dibuka dengan pemberian materi kuliah umum terbuka oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sejumlah petinggi PDIP juga akan hadir.Kuliah umum terbuka dimulai sekitar pukul 09.30 WIB di Kampus STIP-AN, Jalan Kebagusan, Jakarta Selatan. Dengan 'disekolahkan' ilmu pemerintahan, apakah PDIP berancang-ancang masuk pemerintahan? "Sebagai kader partai dididik untuk ke depan agar siap ditempatkan di mana saja," ujar Tjahjo.

Via : Vivanews.com

PDIP: Satgas Unit Politik Bukan Penegak Hukum

Biarkan Denny Indrayana dan Gayus 'bertikai'. Hal substantif jangan sampai diabaikan

Anggota Komisi III bidang Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Eva Kusuma Sundari, mengimbau masyarakat jangan terbawa arus 'pertikaian' antara terpidana kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan dan Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum, yang juga Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana.

"Ini ada dua orang yang bertikai dengan berbagai argumennya. Kalau kita terbawa arus mereka, nanti substansi pemberantasan mafia hukumnya hilang lagi," kata Eva Kusuma Sundari kepada VIVAnews.com, di Jakarta, Kamis 20 Januari 2011.

Menurut Eva, Gayus dan Denny Indrayana sedang emosional. Semua saling menyerang dan saling membantah. Bagi Eva, biarkan saja kedua orang itu terus bertikai yang tidak substansial.

"Yang paling penting, tiga kasus lain yang menjerat Gayus harus dibuka," kata anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan daerah pemilihan Jawa Timur VI itu.

Tiga kasus Gayus itu antara lain, dugaan paspor palsu, pelesir selama di tahanan, dan penyuapan kepala Rutan Mako Brimob.
Satu hal yang menjadi perhatian Eva adalah peran yang semakin kentara dari lembaga Satgas itu. "Satgas ini tidak serius, tidak sungguh-sungguh dan menggiring kepada hal-hal seperti masalah paspor, wig, dan lain-lain," kritik peraih Master di Bidang Ekonomi Pembangunan Universitas Nottingham, United Kingdom, itu.

Seharusnya, menurut Eva, Satgas itu menjalankan tugas pokok dan fungsi atau Tupoksi yang sudah dikeluarkan. Tidak perlu mengurus hal-hal yang sepele.

"Harusnya, soal jaksa Cirus Sinaga itu diungkap. Pasti ada mafia besar di balik itu," ujar dia. Eva mengimbau Presiden SBY mengevaluasi lembaga Satgas itu.

Evaluasi bukan berarti mengganti personel Satgas. Bagi Eva, penggantian komposisi personel di Satgas tidak akan mengubah apa pun. Karena memang lembaga itu bukan penegak hukum. "Satgas itu unit politik yang menjalankan politik pencitraan," kritik dia.

Usai sidang vonis kemarin, Gayus menyampaikan unek-uneknya. Gayus meminta Satgas jangan menjadikan dirinya sebagai alat politik. Namun, dalam keterangan pers kemarin, Satgas membantah semua tudingan Gayus

Via : Vivanews.com